Selasa, 24 November 2009
FANOMENA PELARIAN AFGHANISTAN YANG TERDAMPAR DI BAGANSIAPIAPI
"Kami lebih baik mati daripada kembali ke tanah air”
Bagansiapiapi
Pelarian merupakan salah satu petanda penyakit kehidupan, Sejumlah 18.2 juta penduduk di beberapa buah negara telah dipaksa untuk meninggalkan tanahair mereka di sebabkan oleh kebimbangan dan ketakutan mereka terhadap penganiayaan, penindasan serta penyiksaan yang dilakukan ke atas mereka. hampir 10,000 orang telah menjadi pelarian setiap hari. Dari hasil wawancara ekslusif antara saya sendiri, dengan Pengungsi Afghanistan di kantor Imigrasi Bagansiapiapi dengan dua orang yang bernama Nadeer dan Naem yang menggunakan komunikasi bahasa inggris bahwa mereka melakukan pelarian dari negaranya dikarenakan dinegaranya terlibat perang dan mereka tidak bisa melindungi diri mereka sendiri, mereka dianiaya karena masalah agama dan berbagai konflik yang mendera serta mereka menginginkan negara lain melindungi mereka dan mereka sebenarnya tidak ingin kembali lagi ke negaranya, ”tidak ada harapan lagi untuk kami kembali kenegara kami, komentar Nadeer yang setelah diketahui merupakan Seorang Guru untuk Bidang Study Enterpreuner atau Kewirausahawan dengan menggunakan bahasa inggris yang fasih, kami berharap kepada Duta besar Afghanistan untuk bisa menampung kami untuk mencari solusi kemana kami akan di kirim asal jangan pulang lagi ke Afghanistan, saya ingin no telp kantor kedutaan Afghanistan, kami tidak tahu berapa lama lagi kami disini” menurut keterangan dari petugas Imigrasi bahwa mereka datang dengan menggunakan Mobil travel dari Rimba Melintang, kemudian mereka ditangkap, saat itu semua dokumen disita dan setelah di cek keadaan fisik terdapat dibadan mereka ada bekas cambuk yang setelah diketahui akibat dari penganiayaan yang dialami dinegaranya , menurut sumber dari pihak imigrasi menerangkan bahwa pengungsi tsb sudah ditangani oleh UNHCR yang memberikan bantuan berupa uang saku dan makan harian untuk mereka bisa bertahan, menurut Naem ”kami lebih baik dikirim ke Australia”, para imigran Afghanistan hanya sekadar transit di Indonesia untuk mencari negara ketiga yang bisa menampung mereka setelah mereka lari dari ancaman perang di Afganistan."Kalau tidak bisa di Indonesia juga tidak masalah, karena kami memahami kondisi negara ini dan tidak ingin menjadi beban untuk pemerintah Indonesia," ujar Naem. ia tidak tahu kemana mereka mau dikirim, kemudian ia bertanya bagaimana caranya ke Austarlia dan Teropong menerangkan ia hanya manggut manggut saja, mungkin ia tidak mengira sebegitu jauh jarak yang harus ditempuh ke Australia dengan menggunakan biaya transportasi yang tidak sedikit. Dalam ruangan kantor imigrasi yang diisi oleh pengungsi yang rata rata berumur 19 tahun keatas terlihat mereka sedang tertidur bertelekan diatas lantai ruangan kantor yang kapasitas yang hanya diisi sekitar 20 orang, mereka sedang menonton program TV lokal, saat saya mencoba mewawancarai dengan pengungsi yang lain ada sedikit kecurigaan dalam raut wajah mereka seakan akan ada semacam traumatik untuk bertemu dengan orang yang belum dikenalinya, Para pengungsi tidak diperkenankan untuk berkeliaran jauh dari areal kantor imigrasi untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan karena mereka dibawah tanggung jawab kantor imigrasi dan setiap hari akan terus dipantau oleh Polres setempat. Sehari hari mereka mengisi kejenuhannya dengan bermain volley dengan pegawai kantor. Kadang kadang masyarakat tempatan melongok dan ingin mengetahui keadaan dan mencoba untuk berkenalan dengan Pelarian Afghanistan, menurut petugas imigrasi nampaknya mereka enjoy saja disini. saat Nadeer mencoba bertanya berapa lama lagi kami harus disini, saya cuma bisa menjawab ”Don’t worry about that, You will save be here, nanti pihak Imigrasi akan mengurus dokumennya” ujar saya, mereka hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada saya yang sudah berbagi hati untuk mengetahui keadaan mereka disini.
Pada hari Rabu (5/5) para Perlarian Afghanistan dibawa ke Rudenim Tanjung Pinang untuk dikirim kembali kenegara asalnya yang dikawal oleh kepolisian setempat. (Aam)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar